Ada yang seperti ini, bisa rutin melaksanakan shalat tarawih namun sulit sekali berjamaah Shubuh di masjid.
Sebagian orang rajin mengerjakan shalat Tarawih berjamaah di masjid. Namun untuk shalat Shubuh malasnya bukan main. Atau ia adalah pria, namun mengerjakan shalat Shubuh secara munfarid di rumah saja. Atau yang lebih parah, ada yang tidak shalat Shubuh sama sekali karena setelah makan sahur melanjutkan untuk tidur. Namun shalat Tarawih tak pernah ditinggalkan. Bagaimana penilaian syariat kita mengenai orang yang semacam ini?
Memang perhatian dengan amalan sunnah seperti shalat Tarawih merupakan bagian dari syariat dan jalan untuk meraih ketakwaan. Akan tetapi, amalan sunnah tetap tidak boleh didahulukan dari yang wajib. Amalan wajib tetap dijadikan perhatian utama, setelah itu barulah amalan sunnah. Kalau memperhatikan hadits berikut, kita akan memahaminya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari, no. 2506)
Berdasarkan hadits di atas, Ibnu Hubairah mengatakan bahwa amalan sunnah (nafilah) tidaklah didahulukan dari yang wajib. Karena amalan sunnah disebut nafilah berarti tambahan dari amalan wajib. Siapa yang tidak menunaikan yang wajib, maka ia tidak mendapatkan nafilah (tambahan). Siapa yang memperhatikan ibadah yang wajib, lalu ia tambah dengan nafilah (ibadah sunnah) lantas ia rutinkan, maka itulah yang disebut mendekatkan diri kepada Allah. Perkataan Ibnu Hubairah ini dinukilkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah dalam Fath Al-Bari ketika menjelaskan hadits di atas.
Ada lagi cerita disebutkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha’ (270), dari Abu Bakr bin Sulaiman bin Abi Hatsmah. ‘Umar bin Al-Khatthab suatu saat tidak melihat Sulaiman bin Abi Hatsmah dalam shalat Shubuh. Pada pagi harinya, ‘Umar pergi ke pasar. Rumah Sulaiman berada antara pasar dan Masjid Nabawi. Ketika itu ‘Umar lewat dan bertemu dengan ibunya Sulaiman yang bernama Asy-Syifa’. ‘Umar lantas bertanya kepada ibunya, “Kenapa sampai Sulaiman tidak hadir shalat Shubuh?” Ibunya menjawab, “Semalam Sulaiman bangun shalat malam lantas ia tertidur setelah itu.” ‘Umar lantas berkata,
لَأَنْ أَشْهَدَ صَلَاةَ الصُّبْحِ فِي الْجَمَاعَةِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةً
“Menghadiri shalat Shubuh berjamaah lebih aku sukai daripada aku berdiri melaksanakan shalat Lail (shalat malam).”
Jadi silakan direnungkan oleh yang masih malas shalat Shubuh berjamaah di masjid (terutama pria). Silakan dipikirkan, lebih penting mana antara shalat Tarawih ataukah shalat Shubuh berjamaah di masjid?
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 194792, Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid
https://islamqa.info/ar/194792
—
@ Hotel Ajyad Makarem – Makkah, 5 Ramadhan 1439
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com